Lagi Viral, Naik Pesawat Wajib PCR, Harga Tes Diminta Rp 50.000 hingga Kadin Minta Aturan Dicabut
Pemerintah memutuskan aturan baru wajib tes RT-PCR sebagai syarat penerbangan berlaku mulai 24 Oktober 2021.
Aturan ini berlaku untuk penerbangan antarbandara di Jawa-Bali, serta antar bandara di luar Jawa-Bali yang berada di daerah dengan status PPKM Level 3 dan Level 4.
Ketentuan baru ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Perhubungan Nomor 88 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri Dengan Transportasi Udara Pada Masa Pandemi Covid-19.
Naik Pesawat Wajib PCR, Harga Tes Diminta Rp 50.000 hingga Kadin Minta Aturan Dicabut
Adapun ketentuan dalam SE 88/2021 tersebut mengacu pada Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3, Level 2, dan Level 1 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.
Kebijakan tersebut pada akhirnya tak mengizinkan lagi penerbangan di wilayah Jawa-Bali bagi penumpang dengan vaksin dosis kedua, untuk dapat tes antigen.
Kini, baik penumpang dengan vaksin dosis pertama juga kedua, menjadi wajib tes RT-PCR.
Aturan baru di masa PPKM tersebut pun menuai tanggapan dari berbagai pihak. Lantaran, kebijakan ini dinilai akan sangat membebani masyarakat sehingga akan berpengaruh pada keterisian penumpang pesawat.
Karyawan Garuda Indonesia minta harga tes PCR jadi Rp 50.000
Serikat Karyawan Garuda Indonesia merespons kebijakan pemerintah tersebut, dengan meminta untuk harga tes RT-PCR diturunkan setidaknya menjadi Rp 50.000.
Tujuannya, agar tidak membebankan calon penumpang.
Ketua Harian Serikat Karyawan Garuda Indonesia Tomy Tampatty mengungkapkan, kebijakan pemerintah terkait syarat penerbangan menjadi wajib tes PCR, akan sangat berdampak pada keterisian penumpang pesawat.
Sebab, harga tes PCR yang terbilang mahal akan memberatkan penumpang.
"Hal ini sangat memberatkan konsumen pesawat udara karena harga tes PCR sangat mahal. Akibat dari mahalnya tes PCR, maka akan berdampak pada menurunnya secara signifikan tingkat isian penumpang pesawat udara," ujar Tomy dalam keterangan kepada Kompas.com, Kamis (21/10/2021).
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah membuat kebijakan terkait syarat penerbangan yang tetap dapat mendorong tumbuhnya perekonomian di sektor pariwisata, sebab selama pandemi Covid-19, sektor pariwisata menjadi yang sangat terimbas.
Tomy mengungkapkan, pihaknya meminta pemerintah untuk dapat menerapkan kebijakan wajib tes PCR dengan dibarengi penurunan harga tes PCR menjadi dikisaran Rp 25.000-Rp 50.000.
"Kebijakan yang kami harapkan, pemerintah menurunkan harga tes PCR pada kisaran Rp.25.000-Rp 50.000," kata dia.
Kadin minta aturan wajib tes RT-PCR dicabut
Di sisi lain, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Perhubungan menyatakan keberatan dengan ketentuan wajib tes RT-PCR sebagai syarat penerbangan.
Wakil Ketua Umum Bidang Perhubungan Kadin Indonesia Denon Prawiraatmadja meminta agar pemerintah mencabut aturan tersebut.
Pasalnya, di sejumlah daerah mulai mengalami penurunan status PPKM, akan tetapi untuk syarat perjalanan udara domestik justru semakin diperketat.
"Kami dari Kadin Indonesia Bidang Perhubungan melihat bahwa Level PKPM di sebagian besar wilayah di Indonesia mulai menurun, dan dengan Inmendagri 53/2021 tersebut kurang sejalan dengan dengan pemulihan ekonomi nasional," kata Denon, Rabu (20/10/2021).
Ia menilai, jika level PKPM sudah turun maka seharusnya aturan dapat diperlonggar, bukan justru diperketat. Jadi sesuai aturan yang diberlakukan di moda darat juga laut yang memang diperbolehkan dengan tes antigen.
Oleh sebab itu, Kadin berharap agar pemerintah mengembalikan aturan yang ada di Inmendagri 53/2021 dengan memperbolehkan antigen sebagai persyaratan penjalanan bagi penumpang angkutan udara.
Menurut pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Indonesia National Air Carrier’s Association (INACA) itu mengungkapkan, jika pemerintah mengkhawatirkan ada peningkatan jumlah perjalanan orang karena pelonggaran aturan sehingga akan menambah jumlah kasus positif Covid-19, dirinya melihat hal tersebut kurang relevansinya.
Sebab perubahan persyaratan dari tes antigen ke RT-PCR kurang sejalan dengan menurunnya level PPKM dan menurunya angka penyebaran Covid-19, serta tidak membantu program pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Menurut dia, dampak yang lebih luas bukan hanya dirasakan oleh industri penerbangan, tetapi juga kepada kegiatan sosial ekonomi nasional.
"Jadi menurut kami, tes antigen untuk transportasi udara sudah cukup baik jika dibandingan dengan moda transportasi lainnya," ucap Denon.
"Sekarang level PPKM sudah turun dan angka penyebaran Covid-19 sudah turun, menurut kami yang harus di perhatikan pemerintah adalah pemulihan ekonomi," pungkas dia.Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Aktifkan Notifikasimu
Aktifkan